Review Film “Bob Marley: One Love” (2024)

Lebih dari sekadar film biopik, “Bob Marley: One Love” membawa penonton menyelami jiwa seorang legenda yang menjadikan musik sebagai senjata damai. Disutradarai oleh Reinaldo Marcus Green, film ini menggambarkan bagian penting dari perjalanan hidup Bob Marley, terutama saat ia berdiri di tengah konflik politik yang membelah Jamaika.

Film ini tidak mencoba menceritakan seluruh hidup Bob Marley dari awal, melainkan memilih periode penting pada akhir 1970-an di masa yang bergejolak, saat ketegangan politik di Jamaika memuncak. Fokus utamanya: konser Smile Jamaica, serangan terhadap Marley, dan perjalanannya ke London untuk merekam album legendaris Exodus.

Kingsley Ben-Adir tampil mengesankan sebagai Marley. Ia tidak hanya menirukan gaya bicara atau penampilan fisik, tetapi benar-benar menghidupkan semangat dan karisma Marley yang unik, tenang tapi menggetarkan.

Soundtrack film ini penuh dengan lagu-lagu legendaris seperti “Redemption Song”, “One Love”, “Jamming”, dan masih banyak lagi. Tapi bukan hanya musiknya yang kuat, melainkan konteksnya. Lagu-lagu ini lahir dari keresahan, dari keyakinan Marley bahwa musik bisa menyatukan orang-orang, bahkan di tengah perpecahan politik dan kekerasan.

Namun, beberapa kritik muncul karena pendekatan film yang cenderung “aman”. Beberapa konflik pribadi Marley, termasuk ketegangan dalam keluarga dan kontroversi politiknya tidak dibahas terlalu mendalam.

Dari lanskap tropis hingga studio di London, film ini berhasil menghadirkan suasana yang otentik. Warna, pencahayaan, dan musik berpadu menciptakan pengalaman imersif yang terasa seperti napas era 70-an. Adegan konser jadi highlight energi panggung Bob Marley berhasil ditangkap dengan kuat dan emosional.

Film juga menyentuh secara halus soal kondisi fisiknya. Marley didiagnosis mengidap melanoma ganas yang menyebar ke otaknya. Tapi alih-alih fokus pada penderitaan fisik, film ini menutup kisahnya dengan keheningan yang bermakna, menampilkan sisi spiritual dan kedamaian pribadi sang legenda.

Film ditutup dengan pesan dan footage nyata (arsip) dari Bob Marley, memperlihatkan warisannya: musik, pesan cinta dan perdamaian, serta pengaruh globalnya. Ada rasa damai dalam penutup ini dn tidak bombastis, tapi menyentuh.

Fakta Menarik Tentang “Bob Marley: One Love”

  1. Kingsley Ben-Adir belajar gitar dan dialek Jamaica dari nol. Demi peran ini, Ben-Adir melatih aksen Patwa Jamaika selama berbulan-bulan dan belajar bermain gitar kiri seperti Marley.
  2. Salah satu produsernya adalah Ziggy Marley. Putra sulung Bob Marley, Ziggy, terlibat langsung dalam produksi untuk memastikan representasi sang ayah akurat dan bermartabat.
  3. Smile Jamaica: konser yang tetap digelar meski baru ditembak dua hari sebelumnya. Bob Marley tetap naik panggung dengan luka tembak di lengan. Ketika ditanya mengapa tetap tampil, ia menjawab, “Orang-orang yang mencoba membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih buruk tidak pernah libur. Jadi bagaimana mungkin aku libur?”
  4. Film ini direkam sebagian di lokasi asli di Jamaika. Untuk menjaga nuansa otentik, beberapa adegan direkam langsung di Kingston dan Nine Mile—kampung halaman Bob Marley.
  5. Album “Exodus” yang dibuat setelah serangan itu dinobatkan sebagai album terbesar sepanjang masa oleh TIME (1999). Film ini juga menyoroti proses kreatif di balik album “Exodus” yang berisi lagu-lagu bernuansa pengasingan, spiritualitas, dan harapan.

“Bob Marley: One Love” adalah penghormatan yang hangat, penuh energi, dan emosional terhadap sosok yang menjadikan musik sebagai jalan hidup dan perjuangan. Meskipun tidak menampilkan seluruh sisi kompleks Marley, film ini berhasil menyampaikan pesan yang tetap relevan: bahwa cinta, kesadaran, dan suara bisa lebih kuat dari peluru.